TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM)
1.
Definisi TQM
Mendefinisikan
mutu / kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Ada beberapa elemen
bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni;
1) Kualitas
meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
2) Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
3) Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin
dianggap kurang berkualitas pada saat yang
lain).
4) Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.
Mutu terpadu atau disebut juga Total Quality Management
(TQM) dapat didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total
(keseluruhan), Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa),
Management (tindakan, seni, cara menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari
ketiga kata yang dimilikinya, definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang
berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan
kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui
perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan
“ (Kid Sadgrove, 1995).
Seperti
halnya kualitas, Total Quality Management dapat diartikan sebagai berikut;
1)
Perpaduan
semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun
berdasarkan
2) Konsep
kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan
(Ishikawa, 1993, p.135).
3) Sistem
manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992,
p.33).
4) Suatu
pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses,
dan lingkungannya.
Pengertian lain
dikemukakan oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. mengatakan bahwa Total
Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang
mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan
terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya.
TQM
atau Total Quality Management (Bahasa Indonesia: manajemen kualitas total)
adalah strategi manajemen yang ditujukan untuk menanamkan
kesadaran kualitas pada semua proses dalam organisasi. Sesuai dengan
definisi dari ISO, TQM adalah "suatu pendekatan manajemen
untuk suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi
semua anggotanya dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan
pelanggan serta memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta
masyarakat."
Filosofi
dasar dari TQM adalah "sebagai efek dari kepuasan konsumen, sebuah
organisasi dapat mengalami kesuksesan."
Kendaraan
yang digunakan dalam TQM:
- Manajemen Harian
- Manajemen Kebijakan
- Manajemen Cross-functional
- Gugus Kendali Mutu
TQM
telah digunakan secara luas dalam manufaktur, pendidikan, pemerintahan, dan industri jasa, bahkan program-program luar
angkasa dan ilmu pengetahuan NASA.
Total
quality management (TQM) is determined by the senior managers of an
organization, who by virtue of the positions they hold, are responsible to
customers, employees, suppliers, and shareholders for the success of the
business (Tenner & DeToro,1992:31).
TQM sendiri
berasal dan dikembangkan di USA (United States of America), kemudian
ditransfer ke Jepang, setelah itu tersebar lagi di negara Amerika dan Eropa.
TQM merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh suatu perusahaan untuk mendongkrak
keunggulan perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan pelanggan dan peningkatan
kualitas melalui perbaikan secara berkesinambungan. Keberhasilan penerapan TQM
di dunia usaha/industri tidak lepas juga karena adanya unsur yang terdapat
dalam TQM itu sendiri. Menurut Tjiptono (2002:14) unsur TQM itu terdiri dari:
(1) kepuasan pelanggan; (2) respek terhadap setiap orang; (3) manajemen
berdasarkan fakta; dan (4) perbaikan berkesinambungan.
Indikasi utama
dari organisasi yang mengimplementasikan TQM menurut Supriyanto (1999:i) adalah
(1) bertujuan untuk meningkatkan kualitas secara terus menerus; (2) prinsip
yang digunakan adalah berfokus pada pelanggan (kepuasan), perbaikan pada
proses, dan melibatkan seluruh anggotanya secara optimal; dan (3) menggunakan elemen-elemen
pendukungnya meliputi kepemimpinan, diklat, adanya dukungan struktur,
komunikasi multi arah, adanya penghargaan, dan pengukuran secara optimal.
Definisi yang
dikemukakan para ahli mengenai konsep dasar TQM semakin berkembang, seperti
yang dikemukakan oleh Padhi (2002:1) sebagai berikut:
Total quality is a description of the culture, attitude
and organization of a company that strives to provide customers with products
and services that satisfy their needs. The culture requires quality in all aspects
of the company’s operations, with processes being done right the first time and
defects and waste eradicated from operations.
Total mutu
merupakan suatu uraian kultur, sikap, dan organisasi suatu perusahaan atau
kelompok yang bekerja keras untuk menyediakan pelanggan dengan produk dan jasa
yang mencukupi kebutuhan mereka. Kultur masyarakat memerlukan produk yang
berkualitas, sehingga dalam semua aspek operasi, melalui proses pembuatan yang
benar. Selain itu menurut Hashmi (2002:1)
TQM is a method by which management and employees can
become involved in the continuous improvement of the production of goods and
services. It is a combination of quality and management tools aimed at
increasing business and reducing losses due to wasteful practices.
Berdasarkan
beberapa definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli mengenai konsep dasar
TQM, maka dapat disimpulkan bahwa total quality management merupakan
sebuah strategi atau usaha yang diterapkan oleh sektor industri modern dalam
meningkatkan kualitas usaha melalui produk yang dihasilkan dengan memperhatikan
tiga karakteristik utamanya, yaitu: (1) customer focuss atau fokus pada
pelanggan; (2) process improvement atau perbaikan secara terus menerus;
dan (3) total involvement atau pelibatan seluruh tim.
2.
Unsur-unsur utama TQM
a) Fokus
pada pelanggan.
b) Obsesi terhadap kualitas.
c) Pendekatan ilmiah.
d) Komitmen jangka panjang.
e) Kerja sama tim.
f) Perbaikan sistem secara berkesinambungan.
g) Pendidikan dan pelatihan.
h) Kebebasan yang terkendali.
i) Kesatuan tujuan.
j) Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan
3.
Prinsip-prinsip TQM
Ada beberapa tokoh yang mengemukakan
prinsip-prinsip TQM. Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa
program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya.
Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a) Program TQM harus didasarkan pada
kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya
sepanjang program, termasuk dalam setiap proses dan produk.
b) Program TQM harus mempunyai sifat
kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan
memberinya inspirasi.
c) Progran TQM harus didasarkan pada
pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di
garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi
kenyataan.
d) Program TQM harus diterapkan secara
menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap
sudut dan celah organisasi.
Lebih lanjut Bill Creech, 1996,
menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5
pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.
Lima Pilar TQM :
1)
Produk
2)
Proses
3)
Organisasi
4)
Pemimpin
5)
Komitmen
Produk adalah titik pusat untuk
tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa
mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi
yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang
memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi
semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan
kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.[6]
Pendapat lain dikemukakan oleh
Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang
dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul
Manjemen Mutu Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang
berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu,
diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada
empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :
1)
Kepuasan pelanggan.
2)
Respek terhadap setiap orang.
3)
Manajemen berdasarkan fakta.
4)
Perbaikan berkesinambungan.
4. Manfaat Program TQM
TQM sangat bermanfaat baik bagi
pelanggan, institusi, maupun bagi staf organisasi.
-
Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:
1)
Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
2) Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3) Kepuasan pelanggan terjamin.
2) Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3) Kepuasan pelanggan terjamin.
-
Manfaat TQM bagi institusi adalah:
1)
Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2)
Staf lebih termotivasi
3) Produktifitas meningkat
4) Biaya turun
5) Produk cacat berkurang
6) Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.
-
Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:
1)
Pemberdayaan
2) Lebih terlatih dan berkemampuan
3) Lebih dihargai dan diakui
-
Manfaat lain dari implementasi TQM yang
mungkin dapat dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang adalah:
1)
Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut
(follower)
2) Membantu terciptanya tim work
3) Membuat institusi lebih sensitif terhadap
kebutuhan pelanggan
4) Membuat institusi siap dan lebih mudah
beradaptasi terhadap perubahan
5) Hubungan antara staf departemen yang berbeda
lebih mudah
Persyaratan Implementasi TQM
Agar implementasi program TQM
berjalan sesuai dengan yang diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:
1)
Komitmen yang tinggi (dukungan
penuh) dari menejemen puncak.
2)
Mengalokasikan waktu secara penuh
untuk program TQM
3)
Menyiapkan dana dan mempersiapkan
sumber daya manusia yang berkualitas
4)
Memilih koordinator (fasilitator)
program TQM
5)
Melakukan banchmarking pada
perusahaan lain yang menerapkan TQM
6)
Merumuskan nilai (value), visi
(vision) dan misi (mission)
7)
Mempersiapkan mental untuk
menghadapi berbagai bentuk hambatan
8)
Merencanakan mutasi program TQM.
B. TQM dalam
Pendidikan
Manajemen Mutu Terpadu yang
diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan
Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan
mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan
Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis,
dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan
kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan
mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan Pengeloaan Mutu Total (PMT)
Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan
berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh
semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga
pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan
melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Dalam MMT sekolah dipahami sebagai
Unit Layanan Jasa, yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan
jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1) Pelanggan
internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2)
Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder
(orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan
baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).
Karakteristik Sekolah Bermutu
Terpadu
C. Pengertian,
Karakteristik, Dimensi Jasa Pendidikan
1.
Pengertian Jasa Pendidikan
Jasa adalah meliputi segenap
kegiatan ekonomi yang menghasilkan output (keluaran) berupa produk atau
konstruksi (hasil karya) nonfisik, yang lazimnya dikonsumsi pada saat
diproduksi dan memberi nilai tambah pada bentuk (form) seperti kepraktisan,
kecocokan/kepantasan, kenyamanan, dan kesehatan, yang pada initnya menarik cita
rasa pada pembeli pertama.
Sementara itu, jasa pendidikan
merupakan jasa yang bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat
modal. Artinya, dubutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khussu dalam
bidang pendidikan dan padat modal karena membutuhkan infrastruktur (peralatan)
yang lengkap.
2.
Karakteristik Jasa Pendidikan
a.
Tidak Berwujud (Intangibility)
Jasa tidak berwujud seperti produk
fisik, yang menyebabkan pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium,
meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka mengkonsumsinya
(menjadi subsistem lembaga pendidikan). untuk menekan ketidak pastina, pengguna
jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentan kualitas jasa
tersebut. Tanda maupun informasi dapat diperoleh atas dasar letak lokasi
lembaga pendidikan, lembaga pendidikan penyelenggara, peralatan dan alat
komunkasi yang digunakan. Beberapa hal yang akan dilakukan lembaga pendidikan
untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan adalah :
1. Meningkatkan
visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud
2. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan)
3. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name);
4. Memakai nama seseorang yang sudah dikenal unuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
2. Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan)
3. Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name);
4. Memakai nama seseorang yang sudah dikenal unuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
b.
Tidak Terpisahkan (Inseparability)
Jasa pendidikan tidak dapat
terpisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa
tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak
(simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik membeli jasa maka akan
berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan. Dengan demikian, jasa
lebih diutamakan penjualannya secara langsung dengan skala operasi yang
terbatas. Oleh Karen itu, lembaga pendidikan dapat menggunakan strategi bekerja
dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, atau melatih para penyaji
jasa agar mereka mampu membina kepercayaan pelanggannya (peserta didik).
c.
Bervariasi (Variability)
Jasa pendidikan yang diberikan
seringkali berubah-ubah. Hal ini akan sangat tergantung kepada siapa yang
menyajikannya, kapan, serta di mana disajikan jasa pendidikan tersebut. Oleh
Karen itu, jasa pendidikan sulit untuk mencapai kualitas yang sesuai dengan
standar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, lembaga pendidikan dapat melakukan
beberapa strategi dalam mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan dengan cara
berikut. Pertama, melakukan seleksi dan mengadakan pelatihan untuk mendapatkan
SDM jasa pendidikan yang lebh baik. Kedua, membuat standarrisasi proses kerja
dalam menghasikan jasa pendidikan dengan baik. Ketiga, selalu memonitor
kepuasan peserta didik melalui sistem kotak saran, keluhan, maupun survey
pasar.
d.
Mudah Musnah (perihability)
Jasa pendidikan tidak dapat disimpan
dalam jangka waktu tertentu atau jasa pendidikan tersebut mudah musnah sehingga
tidak dapat dijual pada waktu mendatang. Karakteristik jasa yang cepat musnah
bukanlah suatu masalah jika permintaan akan jasa tersebut stabil karena jasa
pendidikan mudah dalam persiapan pelayanannya. Jika permintaannya berfluktuasi,
lembaga pendidikan akan menghadapai masalh dalam mempersiapkan pelayananya.
Untuk itu, diperlukan program pemasaran jasa yang sangan cermat agar permintaan
terhadap jasa pendidkan selalu stabil.
3.
Dimensi Kualitas Pelayanan pada Jasa Pendidikan
Kualitas jasa pendidikan dapat diketahui
dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau
diterima secara nyata oleh mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya
diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharrpkan, pelayanan dapat
dikatakan bermutu. Sebaliknya jika kenyataan kurang dari yang diharapkan,
pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu Namun apabila kenyataan sama dengan
harapan, maka kualitas pelayanan disebut memuaskan. Dengan demikian, kualitas
pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan
harapan para pelanggan atas layanan yang diterima mereka, dimensi jasa
pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a)
Bukti Fisik (tangible)
Bukti fisik berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang
tercantum dalam pasal Pasal 42 bab VII Standar Sarana dan Prasarana
Pendidikan yang berisi sebagai berikut :
(1) Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan,
media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
(2) Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang
pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
b)
Keandalan (reliability)
Yakni kemampuan memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera atau cepat, akurat, dan memuaskan.
c)
Daya Tanggap (responsiveness)
Yaitu kemauan/kesediaan para staff
untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tanggap.
d) Jaminan
(assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap peserta didik, serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya dan keragu-raguan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi :
(1) Pendidik harus
memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
e)
Empati (empathy)
Yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya.
Dimensi kualitas pelayanan yang
mempengarui harapan dan kenyataan
Menurut Maxwell ada enam dimensi
kualitas jasa pendidikan.
1. Akses yang berhubungan dengan
kemudahan mendapatkan jasa pendidikan yang diperoleh di tempatyang mudah
dijangkau pada waktu yang tepat dan nyaman.
2. Kecocokan dengan timgkat kebutuhan
pelanggan, yaitu kecocokan akan profil tingkat pendidikan populasi dan kelompok
yang membutuhkannya.
3. Efektivitas yang berhubungan dengan
adanya kemampuan penyaji jasa pendidikan (staf pengajar) untuk melayani atau
menciptakan hasil yang diinginkan.
4.
Ekuitas yang berhubungan dengan
distribusi sumber-sumber pelayanan lembaga pendidikan yang adil dalam suatu
sistem yang didukung secara umum.
5. Diterima secara social yang
berhubungan dengan kondisi lingkungan, komunikasi dan kebebasan, atau
keleluasaan pribadi.
6. Efesiensi dan ekonomis yang mengacu
kepada pengertian layanan terbaik untuk besarnya biaya yang tepat.
Dalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu)
keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal
maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan
sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah
dikatakan berhasil jika :
1. Siswa puas dengan layanan sekolah,
antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan perlakuan oleh
guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek
kata, siswa menikmati situasi sekolah.
2. Orang tua siswa puas dengan layanan
terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima
laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
3. Pihak pemakai/penerima lulusan
(perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan
kualitas sesuai harapan.
4. Guru dan karyawan puas dengan
pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan,
gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).
D. Pendekatan Kualitas Layanan Jasa Pendidikan
Mengevaluasi kualitas layanan jasa
pendidikan diperlukan pendekatan yang komperhensif karena jasa pendidikan
merupaka jasa yang memiliki karakteristik cukup kompleks dibandingkan jasa
lainnya. Karena jasa pendidikan padat modal, investasi bidang pendidikan yang
berkualitas dan memiliki value dari pengguna jasa pendidikan. Saat ini
memerlukan modal yang sangat besar di samping padat karya (memerlukan tenaga
SDM) yang memiliki dedikasi, kapabilitas, maupun skill yang spesifik.
Terdapat dua pendekatan untuk
memberikan pelayanan yang bermutu kepada pengguna jasa pendidikan, yaitu
sebagai berikut.
1.
Pendekatan Segitiga Layanan (triangle Service)
Merupakan suatu model interaktif
manajemen layanan yang mencerminkan hubungan antara lembaga pendidikan dengan
para pengguna jasa pendidikan (siswa/mahasiswa). Model tersebut terdiri dari 3
elemen, yaitu :
a)
Strategi Layanan (Service Layanan)
Suatu
strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik-baiknya kepada para
pengguna jasa. Strategi layanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau
misi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh seluruh individu dalam lembaga
pendidikan.
b)
Sumber Daya Manusia yang Memberikan
Pelayanan (people)
Dalam hal ini ada tiga kelompok SDM yang memberikan layanan, yaitu SDM kelompok pertama adalah staf pengajar (guru, dosen) yang berhadapan secara langsung dengan pelanggan dalam proses pembelajaran. Kelompok SDM kedua adalah mereka yang menyiapkan sarana proses pembelajaran (alat untuk mempelancar proses pembelajaran) dan kelompok SDM ketiga adalah penjaga keamanan sekolah. Tergolong dalam kelompok manapun, SDM tetap diperlukan untuk memusatkan perhatian pada para pelanggan dengan cara mengetahui siapa pelanggan lembaga pendidikan tersebut, apa saja kebuthan para pelanggan, dan mencari tahu bagaimana cara memenuhi/memuaskan kebutuhannya.
c)
Sistem Layanan (service system)
Prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan sumber daya manusia yang ada. Sistem ini harus layanan yang efektif adalah kemudahan untuk memberikan layanan dengan sistem yang hampir tidak kelihatan oleh pelanggan.
2.
Pendekatan Total Quality Service (TQS)
Total quality service atau layanan
mutu terpadu adalah suatu keadaan ketika sebuah lembaga pendidikan memiliki
kemampuan untuk memberikan pelayanan bermutu kepada para pelanggan maupun
pemilik lembaga pendidikan (pemerintah atau yayasan) san pegawainya. TQS ini
memiliki 5 elemen yang saling terkait satu sama lain, yaitu :
a)
Riset Pasar dan Pelanggan (market
and customer research)
Riset
pasar adalah kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar tempat
lembaga pendidikan berada yang meliputi identifikasi segmen pasar, analisis
demografis, dan analisis kekuatan yang ada di dalam pasar itu sendiri.
b)
Perumusan Strategi (strategy
formulation)
Suatu
proses perancangan strategi untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih
pelanggan baru.
c)
Pendidikan, Pelatihan, dan Komunikasi (education, traning and communication)
Pendidikan
dan pelatihan sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan mutu layanan (pengetahuan dan kemampuan) sumber daya manusia agar mereka mampu memberikan
layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Adapun komunikasi berperan dalam
mendistribusikan informasi kepada setiap individu yang terlibat dalam lembaga
pendidikan.
c)
Penyempurnaan Proses (process
improvement)
Penyempurnaan
proses merupakan berbagai usaha di setiap hierarki manajemen pendidikan untuk
secara berkesinambungan menyempurnakan proses pemberi layanan dan secara aktif
memberikan cara baru dalam memperbaiki layanan.
d)
Penilaian, Pengukuran, dan Umpan
balik (assessment, measurement, and feedback)
Penilaian,
pengukuran, dan umpan balik berperan dalam menginformasikan kepada penyaji jasa
pendidikan seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan
pelanggannya. Hasil penilaian kinerja dan umpan balik dapat dijadikan dasar
untuk memberikan balas jasa kepada merka, serta memberikan isyarat kepada
lembaga pendidikan tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan diperbaiki,
dan bagaimana cara memperbaikinya.
Sumber: Karl Albrecht & Ron
Zemke (1990)
Total Quality Service (TQS)
E. Kesenjangan dan Upaya-upaya Perbaikan dalam Layanan Lembaga Pendidikan
Kesenjangan yang terjadi pada
lembaga pendidikan, yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu
memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Ada 5 kesenjangan
yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan layanan yang
bermutu kepada pelanggannya.
1) Kesenjangan 1: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen
lembaga pendidikan. Kesenjangan tersebut terbentuk akibat pihak manajemen
lembaga pendidikan salah memahami apa yang menjadi harapan pelanggan lembaga
pendidikan.
2) Kesenjangan 2: Kesenjangan antara persepsi pihak manajemen lembaga pendidikan
atas harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas layanan. Kesenjangan tersebut
terjadi akibat kesalahan dalam menerjemahkan persepsi pihak ke dalam bentuk
tolak ukur kualitas layanan.
3) Kesenjangan 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dan pemberian
layanan kepada pelanggan. Kesenjangan tersebut lebih di akibatkan oleh
ketidakmampuan sumber daya manusia lembaga pendidikan untuk memenuhi standar
mutu layanan yang ditetapkan.
4) Kesenjangan 4: Kesenjangan antara pemberian layanan kepada pelanggan dan
komunikasi eksternal lembaga pendidikan. Kesenjangan ini tercipta karena
lembaga pendidikan tidak mampu memenuhi janjinya yang dikomunikasikan secara
eksternal melalui berbagai bentuk promosi.
5) Kesenjangan 5: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan layanan yang
diterima. Kesenjangan tersebut sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan
para pelanggan.
Menurut Zeithhaml ada beberapa cara
untuk menghilangkan kesenjangan tersebut antara lain:
1)
Menghilangkan kesenjangan 1: memberikan kesempatan kepada para pelanggan untuk
menyampaikan ketidakpuasan mereka kepada lembaga pendidikan, mencari tahu
keinginan dan harapan para pelanggan lembaga pendidikan sejenis, melakukan
penelitian yang mendalam tentang pelanggan, membentuk panel pelanggan,
melakukan studi komperhensif tentang harapan pelanggan, memperbaiki kualitas
komunikasi antarsumber daya manusia dalam lembaga pendidikan, serta mengurangi
birokrasi lembaga pendidikan.
2) Menghilangkan kesenjangan 2: memperbaiki kualitas kepemimpinan lembaga
pendidikan, mempertinggi komitmen sumber daya manusia terhadap mutu layanan,
mendorong sumber daya manusia lebih inovatif dan responsive terhadap ide-ide
baru, serta standarisasi pekerjaan yang ingin dicapai secara efektif.
3) Menghilangkan kesenjangan 3: memperjelas uraian pekerjaan, meningkatkan
kesesuain antara sumber daya manusia, teknologi dan pekerjaan, megukur kinerja
dan balas jasa sesuai dengan kinerja, membangun kerja sama antara sumber daya
manusia, serta memperlakukan pelanggan seperti bagian dari keluarga besar
lembaga pendidikan.
4) Menghilangkan kesenjangan 4: memperlancar arus komunikasi antara unit dalam
organisasi lembaga pendidikan, memberikan pelayanan yang konsisten, memberikan
perhatian yang lebih besar pada aspek vital mutu layanan, menjada agar pesan
yang disampaikan secara eksternal tidak membentuk harapan para pelanggan yang
melebihi kemampuan lembaga pendidikan serta mendorong para pelanggan untuk
menjadi pelanggan yang lebih baik dan loyal.[16]
F.
Strategi Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan.
1. Fokus pada Pengguna Jasa
Pendidikan (Pelanggan)
Kepuasan pengguna jasa pendidikan
merupakan factor yang sangat penting dalam TQM. Oleh sebab itu, identifikasi
pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan aspek yang krusial.
Adapun langkah pertama TQM adalah memandang siswa/mahasiswa sebagai pelanggan
yang harus dilayani dengan baik.
2. Kepemimpinan
Kesadaran akan kualitas dalam
lembaga pendidikan tergantung kepada faktor intangibles, terutama sikap
manajemen tingkat atas (pimpinan lembaga pendidikan dasar menengah, kepala
sekolah, dan pemimpin perguruan tinggi/rektorat) terhadap kualitas jasa
pendidikan. Pencapaian tingkat kualitas bukan hasil penerapan jangka pendek
untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM yang
mensyaratkan kepemimpinan yang kontinyu.[17] Dewan sekolah, pengawas dan
administrator berperan dalam memfokuskan dan memberi arahan pada wilayah dan
sekolah. Merekalah yang memiliki visi masa depan, dan mereka jugalah yang
berkemampuan mengajak para guru dan staf untuk mau menerima visi itu sebagai
miliknya. Ini mengacu pada tanggung jawab bersam. Para guru dan staf memiliki
komitmen untuk mewujudkan visi tersebut.[18] Pemimpin perlu memiliki
karakteristik pribadi yang mencakup dorongan, motivasi untuk memimpin,
kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, inisiatif, krativitas/originalitas,
adaptabilitas/fleksibikitas, kemampuan kognitif, serta pengetahuan dan
charisma. Kualitas manajerial pimpinan harus dapat memberikan inspirasi pada
semua jajaran manajemen agar mampu memperagakan kualitas kepemimpinan yang
sama, yang diperlukan untuk mengembangkan budaya TQM. Oleh sebab itu,
keterlibatan langsung pemimpin lembaga pendidikan sangat penting.
3. Perbaikan yang Berkesinambungan
Perbaikan yang berkesenimbangunan
berkaitan dengan komitmen (continuous quality improvement atau CQI) dan proses
(continuous process improvement). Komitmen terhadap kualitas dimulai dengan
pernyatann dedikasi pada misi dan visi bersama, serta pemberdayaan semua
partisipan untuk secara inkremental mewujudkan visi tersebut (Lewis dan Simth,
1994). Perbaikan yang berkesinambungan tergantung kepada dua unsur. Pertama,
mempelajari proses, alat, dan ketrampilan yang tepat. Kedua, menerapkan
ketrampilan baru pada small achieveable projects. Upaya perbaikan kualitas
secara berkesinambungan dalam lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan
sistem terbuka atas fungsi inti lembaga pendidikan, student learning. Ada tiga
pendekatan yang digunakan untuk menjamin kualitas lembaga pendidikan, yaitu (1)
Pendekatan akreditas, (2) Pendekatan outcome assessment, dan (3) Pendekatan
sistem terbuka (Lewish & Smith, 1994).[19]
Penyempurnaan kualitas
berkesinambungan dalam lembaga pendidikan
Perbaikan berkelanjutan merupakan
hal penting untuk setiap organisasi mutu. Perbaikan tersebut hanya dapat
dicapai bila setiap orang disekolah atau wilayah bekerja bersama-sama dan:
* Menerapkan roda mutu pada setiap
aspek kerja
* Memahami manfaat jangka panjang pendekatan biaya mutu
* Mendorong semua perbaikan baik besar maupun kecil
* Mefokuskan pada upaya pencegahan dan bukab penyelesaian masalah.
4. Manajemen SDM
Selain merupkan aset organisasi yang
paling vital, sumber daya manusia merupakan pelanggan internal yang menetukan
kualitas akhir sebuah jasa dan lembaganya. Oleh sebab itu, sukses tidaknya
implementasi TQM sangat ditentukan oleh kesiapan, kesediaan, dan kompetensi
sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan untuk
merealisasikannya secara sungguh-sungguh.
5. Manajemen Berdasarkan Fakta
Pengambilan keputusan harus
didasarkan pada fakta yang nyata tentang kualitas yang didapatkan dari berbagai
sumber di seluruh jajaran organisasi. Jadi, tidak semata-mata atas dasar
intuisi, praduga, atau organizational politics. Berbagai alat telah dirancang
dan dikembangkan untuk mendukung pengumpulan dan analisi data, serta
pengambilan keputusan berdasarkan fakta.
No comments:
Post a Comment