Perawan
tua! Wuih, sadis banget…Yup, itulah julukan yang diberikan untuk kaum
hawa yang belum menikah di usia ‘senja’. Ketika saya mengikuti sebuah
acara perlombaan anak-anak TPA di daerah Bantul, saya bertemu dengan
seorang sosok wanita yang saya pikir waktu itu adalah seorang guru yang
sekaligus ibu rumah tangga.
Tampilan sederhana dengan jilbab yang menjulur
ke dadanya. Kebetulan, kami menjadi juri pada lomba yang sama. Untuk
menghindari kekakuan, saya mencoba memperkenalkan diri dan sedikit
berbincang dengan beliau. Beliau seorang guru TK kelahiran tahun 1969.
Dengan usia yang sekian, saya berpikir beliau telah berkeluarga dengan
beberapa orang anak. Ketika saya Tanya “putra pinten bu?” (punya anak
berapa bu?-jawa) beliau menjawab, “dereng nikah mba, mboten payu”.(belum
menikah mba, ngga laku-jawa)…Terkejut sekali saya waktu, ditambah rasa
bersalah kalau pertanyaan saya tadi menyinggung perasaan beliau.
Alhamdulillah, beliau tidak tersinggung malah kami bisa semakin akrab.
Sosok lain, saya teringat murobbiyah-murobbiyah saya. Di tengah
kesibukan yang ekstra padat, mereka masih meyempatkan waktu untuk
membina kami. Dari ketiga akhawat yang pernah menjadi murobbiyah saya
(selamanya akan tetap menjadi murobbiyah saya) semuanya belum menikah.
Mereka rata-rata sudah berumur 25-up. Untuk lingkungan kampus, usia
sekian tentu bukan menjadi masalah ketika belum menikah. Tetapi, ketika
pulang ke kampung halaman dengan hidup bertetangga tentu akan
menimbulkan pertanyaan yang kurang mengenakkan. Kapan nikah mba? Itu
pertanyaan yang kerapkali terdengar. Bahkan saya yang ‘baru’ berusia 22
tahun pun tidak lepas dari pertanyaan tersebut ketika saya sudah pulang
kampung. Menyegerakan menikah adalah sesuatu ayng dianjurkan. Akan
tetapi ketika jodoh belum juga datang, apakah itu sesuatu hal yang harus
dipaksakan?
Saya teringat satu nasehat dari seorang ustadz di
Yogya ketika mengikuti kajian pagi hari di Masjid Mardliyah. Beliau
menyampaikan materi pernikahan. Salah satu pesan beliau, “Jadi akhawat
jangan suka mancing-mancing ikhwan, misal dengan sms ‘koq ngga
nikah-nikah akh’ dan sebagainya”. Beliau melanjutkan ketika akhawat
berkepala 2 belum menikah itu sesuatu yang wajar. Ketika berkepala 3
belum menikah juga, mungkin Allah masih ‘menahan’ jodoh kita. Ketika
sudah berkepala 4 dan belum menikah juga, mungkin laki-laki dunia belum
ada yang ocok untuk kita dan seterusnya. Beliau menambahkan agar kita
tidak berburuk sangka terhadap Allah.
Benar sekali, di tengah
penantian panjang yang belum tahu kapan berujung tidak sedikit akhawat
yang mulai putus asa. “Apa karena aku yang kurang cantik?” dan
pertanyaan-pertanyaan retorik sejenis yang ada di kepala akhawat
muslimah. Akhirnya, mereka mulai melakukan treatment untuk menjaga
penampilan. Mereka tidak lagi enggan merogoh kocek hanya sekedar untuk
antri di salon berjam-jam. Akibatnya, dana infak berkurang, jadwal
dakwah terabaikan dan banyak sekali konsekuensi yang harus ditanggung
ketika memutuskan untuk menjadi wanita yang ‘berbeda’.
Pola
pikir akhawat yang seperti ini, bukan 100% kesalahan mereka. Kalau mau
jujur, berapa banyak ikhwan yang ridho beristri akhawat ‘biasa’.
Kebanyakan kaum ikhwan tentu akan pilih-pilih wanita untuk menjadi
pendamping hidupnya. Amat disayangkan, sebab yang menjadi kriteria bukan
sekedar agamanya yang oke, tapi juga harus cantik, putih, lulusan
fakultas kedokteran (bukan karena saya alumni fakultas kehutanan lho…)
dan seterusnya. Itu adalah sesuatu yang manusiawi tentunya, tapi tidak
sedikit dari mereka yang tidak melanjutkan proses ta’aruf hanya karena
salah satu kriteria duniawi itu tidak terpenuhi.
Jodoh, rezeki
dan semua yang kita alami adalah atas kehendakNya. Ketika saya
silaturrahim ke rumah seorang ustadzah di Boyolali, beliau berpesan
tsiqoh saja terhadap Allah Karena pasti ia akan memeberi yang trebaik
untuk hambanya.
Saya jadi teringat pada Q.S Al-Baqarah ayat 216
“…Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu;
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Untuk para ukhti sholihah, yakinlah jika saatnya tepat “pangeran berkuda putih” itu akan datang menjemputmu.
Teristimewa untuk mba-mba-koe: semoga Allah segera mengaruniakan ikhwan sholeh untuk antuna.
Semoga Bermanfaat.
No comments:
Post a Comment