Saturday, June 15, 2013

Watashi no Haiku


JERITAN AMPUNAN HAMBA

Surga bukan tempatku
Tapi neraka siapa yang mau
Pintumu kau tutup jangan, Allah
Untukku ampun segala dosa
Sungguh, kaulah sang pengampun
Dosaku bak pasir di gurun lepas
Terhampar, terkoyak tercabik tewas, aku !
Jiwa belum pula  merdeka
Bukalah pintu-Mu sang kuasa
Rapuh raga ini termakan usia
Sekali tolak rebalah pasti
Tapi dosa, tapi dosa
Membukit ia menggunung
Kuatkah aku menanggung ?
Ya Allah.......
Ini hamba-Mu bersimpuh
Tatap wajahku, sudikah ?


 
PERJALANAN HIDUP NEGERIKU

Aku terdiam terpaku memendang dunia yang semakin tak berusia lagi
Ku perhatikan lika-liku kehidupan zaman ini
Terus dan terus ku coba cermati dan ku fahami
Setiap langkah kehidupan orang-orang sekitarku
Tapi, aku merasa jenuh dan bingung hidup sekarang ini
Dengan segala misteri dan teka-teki yang tersembunyi
Dalam selubung langit putih nan bersih
Seakan tak pernah tergoyahkan oleh badai kehancuran
Namun..........
Semua itu telah berubah dengan sendiri dan tanpa disadari            
Seiring perputaran roda-roda kehidupan
Satu demi satu peristiwa menghantam ketenangan negeri ini
Lantunan merdu para insan bersua dengan indah
Guguran air mata membasahi cakrawala pagi
Ribuan nyawa tak berdosa melayang begitu saja
Entah apa yang telah mereka perbuat dalam hidup yang sesingkat ini
Inginku kirimkan sebuah pertanyaan pada Tuhan
Apakah semua misteri ini akan berakhir ?
Oh........Rasanya tak mungkin dengan sempurna
Lihat saja akhlak yang menawan dan terpuji
Berganti tak bermoral dan beretika dalam waktu sekejab
Keimanan merekapun lelah dan lenyap, bahkan tak tampak lagi
Para trotoar malam dengan merdunya melantunkan kata-kata manisnya di sepanjang malam yang suram
Aku semakin tak mengerti dengan segala teka-teki yang dipenuhi dengan celotehan
Apakah itu semua akan membawa ke sudut akhir jaman ?



DIRIMU
 
Menatapmu membuatku terdiam
Coba ku artikan , tapi aku salah menafsirkan
Coba aku gali makna dihati
Dan ku temukan jiwa yang putih
Yang terbungkus langit abu-abu
Aku terusik lagi
Tapi aku masih tak mengerti
Aku bingung tapi aku tak peduli
Yang terpenting hati putih masih menyinari
Dua jalan yang berbeda
Tapi aku yakin hati putih masih bisa memilih
Begitu indah lantunan kata yang terucap dibibir
Begitu dalam hati bicara
Dan begitu sulit melepas kata-kata yang terkunci
Tapi kan ku coba melepasnya suatu saat nanti
Coba terka apa yang aku cari
Ya, yang aku cari dirimu
Yang indah di hati dan berikan sejuta kejutan
Dengan sejuta mimpi indah yang sulit dimengerti
Tapi membuat hatiku tak bisa berkata

 
UNTITLED

Detik – detik datang pun menghalang
Menjadi menit-menit
Jam-jam, berhari-hari menggenapakkan pekan
Bulan muncul bulan pun tenggelam
Menyatu pilu dalam rindu-rinduku
Kepada kekasihku ingin aku bisikkan
Suara jiwa teramat dalam
Sedalam sayat luka qalbu
Menembus arus kerinduan pertemuan dan penantian
Kepada kekasihku ingin kupersembahkan
Duka jiwa teramat dalam
Sedalam garis tajam                          
Mimpi-mimpi bergulat jadi impian
Impian air mata yang jatuh setelah penghabisan


 
MALAM YANG PANJANG

Malam yang panjang nan syahdu mengurungku malam ini
Lantunan nyanyian alam terdengar di telingaku
Saat ku mulai melegendakan sisa-sisa mudaku dalam album biru
Cerita-Cerita indahku terukir sudah
Malam yang panjang memberiku impian berjuta warna
Sepi, sedih, sendiri, senang tak pernah berhenti mengiringi langkahku
Kenyataan hidup yang ku jalani jauh dari sempurna
Hanya sebuah tekad dan keinginan yang ada dalam diriku
Malam yang panjang dan hangatnya senyuman mentari
Membuatku semakin jauh dari garis putih nan indah
Yang menantiku sejak daun dan bunga di halamanku masih kuncup
Tapi ku takkan lenyap menyusuri lorong-lorong mudaku
Dalam satu malam yang panjang ini
Ku kan terus dan tetap mengarungi getir dan pahitnya
Samudra kehidupan yang terselip satu keindahan didalamnya
Ku kan mengejarnya sampai di titik dunia



THE ROAD IS NOT TAKEN


Two roads diverged in a yellow wood,
And sorry I could not travel both
And be one traveler, long I stood
And looked down one as far as I could
To where it bent in the undergrowth;

Then took the other, as just as fair,
And having perhaps the better daim,
Because it was grassy and wanted wear;
Though as for that the passing there
Had worn them reaily about the same,

And the both that morning equally lay
In leaves no step had trodden black
Oh I kept the first for another day !
Yet knowing how way leads on to way,
I doubted if I should ever come back.

I shall be telling this with a sigh
Somewhere ages and ages hence;
Two roads diverge in a wood, and
I took the one less traveled by,
And that has made all the difference


 

How do I love thee? Let me count the ways

How do I love thee? Let me count the ways
I love thee to the depth and breadth and height
My soul can reach,when feeling out of siht
For the ends of being and ideal grace
I love thee to the level of every days
Most quite need by the sun and candlelight
I love thee freely, as men strive for right
I love thee puerly as they turn from praise
I love thee with the possion put to use
In my grief and with my childhoods faith
I love thee with a love  I seemed to lose
With my lost saints I love thee with the breath
Smiles, tears of all my live! And if god choose
I shall but  I love thee better after death


 When I was one and twenty

When I was one and twenty
I heard a wise man say
Give crowns, and pounds and guineas
But not your heart away
Give pearls away and rubies
But keep your fance free
But I was one and twenty
No use to talk to me
When I was one and twenty
I herad him say again
The heart out of the bosom
Was never  given in a vein
This paid with sighs a plenty
And sold for endless rue’
And I am two and twenty
And oh, this true true



No comments:

Post a Comment